Kalau kamu pikir pakai mobil listrik bisa bebas dari semua aturan jalanan di Jakarta, siap-siap kecewa, Memang sih, selama ini mobil listrik dimanjakan lewat bebas ganjil-genap. Tapi, buat wacana Electronic Road Pricing (ERP), beda ceritanya. Yuk, kita kulik bareng kenapa mobil listrik tetap kena tarif ERP!

Belakangan, wacana soal ERP kembali rame diperbincangkan setelah Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung buka suara. Katanya, pendapatan dari ERP bisa dipakai buat subsidi transportasi umum. Mantap, ya? Tapi, sebelum keburu heboh, perlu diingat: kebijakan ini belum jalan karena masih nunggu payung hukum alias dasar aturan resminya.

Kalau kamu mau tahu, rencana sistem jalan berbayar ini sudah nongol dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi DKI Jakarta tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE). Nah, dalam Raperda itu, tepatnya di Pasal 11, disebutkan jelas banget: semua kendaraan bermotor, termasuk kendaraan listrik, bakal tetap dikenakan tarif saat lewat kawasan ERP. Jadi, bukan cuma mobil berbahan bakar bensin atau solar aja, ya!

Terus, ada pengecualian nggak? Ada sih, tapi terbatas. Kendaraan berat kayak alat berat untuk konstruksi dikecualikan. Tapi buat mobil listrik pribadi? Tetap kena, Artinya, walaupun kendaraanmu ramah lingkungan, kamu tetap harus rogoh kocek kalau mau lewat jalur yang dikenai ERP.

Tapi, tenang dulu! Karena ini baru sebatas Rancangan Perda, masih ada peluang buat perubahan. Ada kemungkinan pemilik mobil listrik dapat keringanan, misalnya potongan tarif atau bentuk insentif lain. Jadi, walaupun bayar, mungkin nggak semahal mobil konvensional. Semua itu bakal diatur lebih lanjut lewat Peraturan Gubernur setelah disepakati DPRD.

Sedikit kilas balik nih, kenapa orang-orang berpikir mobil listrik “kebal” aturan? Karena sekarang, mobil listrik memang dibebaskan dari sistem ganjil-genap. Ini mengacu ke Pergub Nomor 88 Tahun 2019, yang merevisi aturan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap. Pemerintah kasih kompensasi buat masyarakat yang beralih ke kendaraan nol-emisi.

Cuma sayangnya, kebebasan itu nggak berlaku otomatis ke semua kebijakan lalu lintas. Di sistem ERP nanti, tujuannya lebih ke mengurangi volume kendaraan di ruas-ruas jalan tertentu, bukan soal emisi doang. Jadi, meskipun mobil listrik nggak buang gas buang emisi, dia tetap berkontribusi ke macetnya jalanan, kan? Apalagi, ERP direncanakan berlaku dinamis, bisa beda tarif tergantung jamnya. Misalnya, pas jam sibuk, tarifnya bisa lebih mahal buat ngerem jumlah kendaraan yang masuk ke jalan tersebut. Jadi, mobil listrik pun tetap bisa kena tarif kalau lewat di jam dan lokasi tertentu.

Jadi, buat kamu para pengguna mobil listrik, tetap siap-siap aja ya. Walaupun mobilmu ramah lingkungan dan mendukung transisi energi, kalau mau nyaman melenggang di jalanan Jakarta tanpa mikir ERP, opsinya tetap satu: pakai transportasi umum atau siap bayar sesuai aturan baru.

Nah, sekarang udah makin paham kan, kenapa pakai mobil listrik tetap harus bayar ERP? Bukan soal benci mobil listrik, tapi demi Jakarta yang lebih tertib dan jalanan yang lebih manusiawi.